Langsung ke konten utama

Saya Tidak Akan Mau Lagi Menjadi Gubernur

.

Fadhal bin Rabi berkata: "Aku mendengar Fudhail bin Iyadh berkata: 'Aku mendengar salah seorang gubernur Umar Bin Abdul Aziz melapor kepadanya. Kemudian Umar mengirim sepucuk surat kepadanya yang berisi:


"Wahai saudaraku, aku memperingatkan kamu sepanjang malam dengan penduduk neraka yang masuk kedalam neraka selama-lamanya. Janganlah sampai kamu memasukinya. Ia akan menjadi masa yang paling terakhir dan harapan yang sudah putus".



Usai membaca surat tersebut, dia segera datang menemui Khalifah Umar Bin Abdul Aziz dengan menempuh jalan pintas. Khalifah Umar Bin Abdul Aziz bertanya: "Apa penyebab kedatanganmu ?"

Gubernur itu menjawab: "Anda membuat jantung saya copot dengan surat anda itu. Saya tidak akan mau lagi menjadi gubernur untuk selama-lamanya hingga saya dipanggil Allah." '


Ibroh:

  1. Salah satu kriteria pengangkatan pejabat pada masa Khulafa Ar-Rasyidin adalah ketakwaan pejabat itu kepada Allah.
  2. Cukuplah ketakwaan seseorang itu yang mengontrol dirinya untuk tidak mengkhianati amanah pemerintahan yang dipikulnya.
  3. Iman kepada Akhirat, huru hara yaumul mahsyar terutama bencana yang akan menimpa pemimpin yang tidak adil (ingat: menjadi pemimpin yang adil adalah salah satu syarat mendapat naungan Allah di hari mahsyar) , dan kengerian neraka membuat seseorang takut untuk mengemban amanah pemerintahan.

Postingan populer dari blog ini

Hadiah di Zaman Kita Adalah Suap

Amru bin Muhajir menuturkan: Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz menginginkan sebuah apel. Katanya: “ Alangkah enaknya jika kita punya apel. Baunya harum dan rasanya enak. ” Kemudian seorang lelaki dari keluarganya pergi untuk menghadiahkan sebuah apel untuknya. Ketika utusan saudara Umar datang membawakan apel untuknya, dia berkata: “ Betapa harum baunya dan betapa bagus kulit buahnya. Bawa kembali apel wahai anak muda dan sampaikan salamku kepada si fulan pemberi apel ini. Katakan padanya bahwa hadiah yang dia berikan telah kami terima sesuai dengan yang dia niatkan ”. Aku (Amru bin Muhajir) berkata: “ Wahai Amirul Mukminin, pemberi apel itu adalah anak pamanmu dan seorang laki-laki dari anggota keluargamu, sedang engkau sudah mengetahui bahwa Nabi saw mau memakan hadiah, tetapi beliau tidak menerima sedekah ”. Umar menjawab: “ Celaka kamu, sesungguhnya hadiah pada zaman Nabi saw adalah benar-benar hadiah, tapi pada zaman kita ini, hadiah itu adalah suap (risywah) ”.

Anakku, Hak Keluarga Bukan Pada Harta Rakyat!

Pada suatu hari, sampailah harta kekayaaan dari zakat dan jizyah yang dikirim dari beberapa daerah ke kota Madinah. Maka datang puteri Umar bin Khattab, Hafshah ra, kepadanya meminta bagian. Dia berkata sambil bergurau: “ Wahai Amirul Mukminin, keluarkanlah hak kaum kerabat anda dari harta ini! Bukankah Allah telah berpesan mengenai kaum kerabat? ” “ Anakku ”, ujar Umar bersungguh-sungguh, “ Hak kaum kerabat diambil dari harta ayah sendiri. Adapun harta ini adalah harta kaum muslimin. Ayo, berdirilah dan pulanglah ke rumahmu! ” Memang, Umar mendapat didikan dari Muhammad RAsulullah SAW. Ia melihat gurunya berkata kepada puteri yang paling disayanginya: “ Tidak wahai Fatimah, di antara kaum muslimin, masih ada yang lebih membutuhkan harta ini daripada kamu! ”. Permintaan puterinya tidak dipenuhi dan harta itu diberikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan.

Aku Hanya Seorang Lelaki Biasa dari Kaum Muslimin

Setelah Umar bin Abdul Aziz menguburkan Sulaiman bin Abdul Malik, dia mendengar bunyi bumi bergemuruh. Ternyata itu adalah suara iring-iringan kendaraan kekhalifahan yang terdiri dari kuda besar, kuda pacu dan kuda tunggangan. Pada setiap kendaraan terdapat seorang pemandu. “ Apa semua ini? ”, Tanya Umar. “ Ini adalah kendaraan-kendaraan kekhalifahan, wahai Amirul Mukminin. Sudah siap untuk anda kendarai ”, jawab mereka. “ Apa hubunganku dengan ini. Singkirkan semua itu dariku. Kudaku lebih layak untuk aku kendarai ”, titah Umar kepada mereka. Kemudian seorang kepala polisi berjalan dengan tombak di depannya. Umar berkata kepadanya: “ Menyingkirlah kamu dariku. Ada perlu apa kamu dengan semua ini. Sesungguhnya aku hanya seorang lelaki biasa dari kaum muslimin .”