Langsung ke konten utama

Dia Tidak Mempunyai Baju Selain Yang Ini


Maslamah bin Abdul Malik (saudara istri Umar bin Abdul Aziz) menuturkan:

Pada suatu hari aku mengunjungi Umar bin Abdul Aziz yang sedang sakit. Di pembaringannya, aku melihatnya memakai baju yang sudah kotor.

Wahai Fatimah, cucilah baju Amirul Mukminin!”, pintaku kepada Fatimah binti Abdul Malik.
Kami akan melakukannya, insya Allah”, kata Fatimah.

Setelah itu aku pulang. Beberapa waktu kemudian, aku kembali ke tempat Umar. Aku melihatnya masih memakai pakaian yang kemarin.

Wahai Fatimah, bukan aku telah menyuruh kalian untuk mencuci baju Amirul Mukminin. Saat ini banyak orang akan menjenguk”, kataku kepada Fatimah.

Dia menjawab: “Demi Allah, dia tidak mempunyai baju selain yang  ini”.

* * *
Imarah bin Abu Hafshah menuturkan:

Maslamah bin Abdul Malik mengunjungi Umar bin Abdul Aziz ketika sakit. Ketika itu Umar memakai baju yang sudah kotor kerahnya dan sudah sobek. Ia berkata kepada Fatimah: “ Berikan kepadaku baju yang lain untuk dipakai Amirul Mukminin, karena banyak yang akan menjenguknya”.

Umar berkata kepada Maslamah: “Biarkan dia, wahai Maslamah, karena setiap pagi dan petang tidak ada baju lain yang aku pakai selain yang ini”.



Dalam riwayat yang lain, Maslamah bin Abdul Malik menuturkan:

Aku berkunjung ke rumah Umar bin Abdul Aziz pada hari kematiannya. Saat itu Fatimah sedang duduk di dekat kepalanya. Ketika melihatku, Fatimah segera duduk dekat kaki Umar. Lalu aku duduk di dekat kepala Umar. Aku melihat baju yang dipakai Umar sudah kotor dan kerahnya sobek.

Sebaiknya kamu menukar baju ini”, pintaku kepada Fatimah.

Dia diam saja. Aku berkata sampai berkali-kali sehingga aku berbicara agar keras. Dia menjawab: “Demi Allah, dia tidak mempunyai baju selain yang ini!”.


Postingan populer dari blog ini

Hadiah di Zaman Kita Adalah Suap

Amru bin Muhajir menuturkan: Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz menginginkan sebuah apel. Katanya: “ Alangkah enaknya jika kita punya apel. Baunya harum dan rasanya enak. ” Kemudian seorang lelaki dari keluarganya pergi untuk menghadiahkan sebuah apel untuknya. Ketika utusan saudara Umar datang membawakan apel untuknya, dia berkata: “ Betapa harum baunya dan betapa bagus kulit buahnya. Bawa kembali apel wahai anak muda dan sampaikan salamku kepada si fulan pemberi apel ini. Katakan padanya bahwa hadiah yang dia berikan telah kami terima sesuai dengan yang dia niatkan ”. Aku (Amru bin Muhajir) berkata: “ Wahai Amirul Mukminin, pemberi apel itu adalah anak pamanmu dan seorang laki-laki dari anggota keluargamu, sedang engkau sudah mengetahui bahwa Nabi saw mau memakan hadiah, tetapi beliau tidak menerima sedekah ”. Umar menjawab: “ Celaka kamu, sesungguhnya hadiah pada zaman Nabi saw adalah benar-benar hadiah, tapi pada zaman kita ini, hadiah itu adalah suap (risywah) ”.

Umar dan Anak Unta yang Tersesat

KISAH : Kiamat seolah datang, seandainya Umar mendengar bahwa ada sepeser uang milik umum dicuri atau dirampas atau dibelanjakan secara boros. Tubuhnya akan gemetar dan hati orang yang melihatnya akan bergetar seolah-olah yang hilang bukan hanya satu atau dua rupiah tetapi seluruh kekayaan dan isi perbendaharaan baitul mal. Ia pernah bersumpah bahwa dirinya merasa takut akan pertanyaan Allah seandainya seorang unta hasil zakat hilang di pinggir sungai Tigris atau Eufrat, walaupun dia sendiri berada di Madinah. Pada suatu hari yang terik di musim panas yang amat menyengat, Usman bin Affan melepaskan padangan dari jendela dangaunya yang terletak di tempat yang tinggi. Tampak olehnya seorang laki-laki sedang mengiring dua ekor anak unta, sementara udara panas menyelubungi bagaikan lambaian lidah api yang menyala seolah-olah hendak membakar gunung dan menghancurkannya. " Kenapa orang ini tidak tinggal di rumah saja menunggu udara dingin ?" Tanya Usman dalam hati. Kem...

Juallah Cincinmu, Wahai Anakku !

Ketika Umar bin Abdul Aziz mengetahui bahwa salah seorang anaknya telah membeli cincin dengan hiasan batu mulia seharga 1.000 (seribu) dirham, dia menulis sepucuk surat kepadanya.  Bunyinya: “ Wahai anakku, aku bersumpah kepadamu agar menjual lagi cincin tersebut dan agar memberikan 1.000 (seribu) kaum fakir miskin dengan harga itu. Kemudian kami membeli sebuah cincin besi seharga 1 (satu) dirham lalu ukirlah padanya kalimat “ Sesungguhnya Allah merahmati orang-orang yang tahu diri ”.