Langsung ke konten utama

Pidato Pelantikan Umar bin Khattab

Sewaktu menerima baiat dan pengangkatannya, Umar berpidato:

Hai umat Muhammad! Saya telah diangkat sebagai pemimpin kalian. Seandainya tidaklah didorong oleh harapan bahwa saya menjadi orang yang terbaik di antara kalian, orang yang terkuat bagi kalian, dan orang yang paling teguh mengurusi urusan-urusan kalian, tidaklah saya menerima jabatan ini. Sungguh berat bagi Umar, menunggu datangnya saat perhitungan”.

Coba renungkan ucapannya:
Sungguh berat bagi Umar, menunggu datangnya saat perhitungan”.


Pikiran tokoh ini benar-benar tertuju pada kalimat yang akan ditanyakan Allah kepadanya nanti di hari perhitungan dan jawaban yang akan dia ucapkan kepada Ilahi. Baginya, kehormatan tidak terletak pada pangkat atau kedudukan, tapi pada keberhasilan merebut keridlaan Allah.

Harapan yang dinanti-nanti oleh Umar adalah pengampuan dari Allah. Jabatan, kekuasaan, ketenaran, pengaruh, kesenangan dan kemewahan yang ada di sekitarnya, dianggapnya sebagai ujian. Ia senantiasa memohon kepada Allah agar dapat melaluinya dengan baik dan selamat.

Umar telah membuatnya melewati hari-hari dia menjabat sebagai khalifah di bawah tekanan yang perasaan takut kepada pertanyaan Tuhannya. Dia melalui hari-harinya dengan hati yang gemetar, bukan senang.  Pernahkah ada orang di belahan bumi ini, baik di timur dan barat, mendengar seorang raja yang pangkat dan kekuasaannya berdiri megah, tapi semuanya justru merupakan siksaan yang perlu dihindari sebisa mungkin, bahkan kalau bisa, akan melarikan diri darinya…



Postingan populer dari blog ini

Hadiah di Zaman Kita Adalah Suap

Amru bin Muhajir menuturkan: Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz menginginkan sebuah apel. Katanya: “ Alangkah enaknya jika kita punya apel. Baunya harum dan rasanya enak. ” Kemudian seorang lelaki dari keluarganya pergi untuk menghadiahkan sebuah apel untuknya. Ketika utusan saudara Umar datang membawakan apel untuknya, dia berkata: “ Betapa harum baunya dan betapa bagus kulit buahnya. Bawa kembali apel wahai anak muda dan sampaikan salamku kepada si fulan pemberi apel ini. Katakan padanya bahwa hadiah yang dia berikan telah kami terima sesuai dengan yang dia niatkan ”. Aku (Amru bin Muhajir) berkata: “ Wahai Amirul Mukminin, pemberi apel itu adalah anak pamanmu dan seorang laki-laki dari anggota keluargamu, sedang engkau sudah mengetahui bahwa Nabi saw mau memakan hadiah, tetapi beliau tidak menerima sedekah ”. Umar menjawab: “ Celaka kamu, sesungguhnya hadiah pada zaman Nabi saw adalah benar-benar hadiah, tapi pada zaman kita ini, hadiah itu adalah suap (risywah) ”.

Umar dan Anak Unta yang Tersesat

KISAH : Kiamat seolah datang, seandainya Umar mendengar bahwa ada sepeser uang milik umum dicuri atau dirampas atau dibelanjakan secara boros. Tubuhnya akan gemetar dan hati orang yang melihatnya akan bergetar seolah-olah yang hilang bukan hanya satu atau dua rupiah tetapi seluruh kekayaan dan isi perbendaharaan baitul mal. Ia pernah bersumpah bahwa dirinya merasa takut akan pertanyaan Allah seandainya seorang unta hasil zakat hilang di pinggir sungai Tigris atau Eufrat, walaupun dia sendiri berada di Madinah. Pada suatu hari yang terik di musim panas yang amat menyengat, Usman bin Affan melepaskan padangan dari jendela dangaunya yang terletak di tempat yang tinggi. Tampak olehnya seorang laki-laki sedang mengiring dua ekor anak unta, sementara udara panas menyelubungi bagaikan lambaian lidah api yang menyala seolah-olah hendak membakar gunung dan menghancurkannya. " Kenapa orang ini tidak tinggal di rumah saja menunggu udara dingin ?" Tanya Usman dalam hati. Kem...

Juallah Cincinmu, Wahai Anakku !

Ketika Umar bin Abdul Aziz mengetahui bahwa salah seorang anaknya telah membeli cincin dengan hiasan batu mulia seharga 1.000 (seribu) dirham, dia menulis sepucuk surat kepadanya.  Bunyinya: “ Wahai anakku, aku bersumpah kepadamu agar menjual lagi cincin tersebut dan agar memberikan 1.000 (seribu) kaum fakir miskin dengan harga itu. Kemudian kami membeli sebuah cincin besi seharga 1 (satu) dirham lalu ukirlah padanya kalimat “ Sesungguhnya Allah merahmati orang-orang yang tahu diri ”.