Langsung ke konten utama

Duhai Celaka Umar! Betapa Banyak Anak-anak Muslim Yang Telah Dibunuhnya

Pada suatu malam, sebagian kafilah yang tiba di Madinah berkemah di luar kota. Dengan ditemani Abdurrahman bin Auf, Amirul Mukminin pergi ke luar untuk meninjau kafilah itu. Ketika malam telah larut dan mendekati dini hari, mereka duduk dekat kafilah yng sedang tidur nyenyak.
Sebaiknya kita tinggal di sini saja sampai pagi supaya bisa menjaga tamu-tamu kita”, kata Umar.

Tiba-tiba terdengar suara bayi menangis. Umar tersentak dan termangu. Dia menung-gu barangkali anak itu berhenti menangis. Tetapi anak itu semakin menangis menjadi-jadi. Umar mendatangi suara tangisan itu. Ternyata ibunya sedang meninabobokannya.

Takutlah kepada Allah, perlakukanlah anak itu dengan baik”, kata Umar kepada ibu itu.
Umar pun kembali. Tapi tak lama berselang, bayi itu kembali menangis. Umar segera menuju tempat itu lagi dan berseru kepada ibu itu, “Telah saya katakan, takutlah kepada Allah dan perlakukan anak itu dengan baik”.

Umar kembali ke tempatnya. Tapi belum sempat dia duduk, tangis bayi itu terdengar lagi. Untuk ketiga kalinya, dia pergi menemui ibu tadi.
Hai, ibu. Saya lihat kamu ini ibu yang jahat. Kenapa anakmu tidak bisa diam?” Kata Umar sambil bertanya.

Anda membuat saya kesal”, ujar ibu itu tanpa mengetahui siapa lawan bicaranya. “Saya mau menyapihnya, tapi dia tidak mau”, sambungnya.

Kenapa mau menyapihnya?” Tanya Umar.

Ya, karena Umar hanya memberikan tunjangan kepada anak yang telah disapih”, jawab ibu itu.

Berapa umurnya?”, Tanya Umar lagi.
Baru beberapa bulan”, ujar ibu itu.
Hai ibu, janganlah terlalu cepat menyapih anakmu!”, kata Umar.



Kemudian sahabatnya Abdurrahman bin Auf menuturkan: Ketika itu, Umar menjadi imam shalat subuh, tetapi bacannya tidak terdengar jelas karena kerongkongannya telah sesak disebabkan tangisnya. Setelah salam, dia bergumam:
Duhai celaka Umar! Betapa banyak anak-anak muslim yang telah dibunuhnya.

Setelah itu, dia menitahkan seseorang untuk mengumumkan di Madinah: “Jangan terlalu cepat menyapih anak-anak kalian, karena Amirul Mukminin akan memberikan tunjangan dari Baitul Mal bagi setiap anak yang lahir dalam Islam”. Pengumuman itu juga disampaikan kepada para gubernur.

Ketika dua orang bersahabat itu kembali ke tempat kafilah tadi, Amirul Mukminin menanggalkan jubahnya dan memasak makanan bagi mereka. Merekapun makan hingga kenyang. Setelah itu disuruhnya seseorang mengambil unta untuk membawa mereka ke Madinah dan berada di dekatnya, agar mereka mendapatkan pelayanan yang lebih memuaskan dan tempat yang lebih baik.


Postingan populer dari blog ini

Hadiah di Zaman Kita Adalah Suap

Amru bin Muhajir menuturkan: Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz menginginkan sebuah apel. Katanya: “ Alangkah enaknya jika kita punya apel. Baunya harum dan rasanya enak. ” Kemudian seorang lelaki dari keluarganya pergi untuk menghadiahkan sebuah apel untuknya. Ketika utusan saudara Umar datang membawakan apel untuknya, dia berkata: “ Betapa harum baunya dan betapa bagus kulit buahnya. Bawa kembali apel wahai anak muda dan sampaikan salamku kepada si fulan pemberi apel ini. Katakan padanya bahwa hadiah yang dia berikan telah kami terima sesuai dengan yang dia niatkan ”. Aku (Amru bin Muhajir) berkata: “ Wahai Amirul Mukminin, pemberi apel itu adalah anak pamanmu dan seorang laki-laki dari anggota keluargamu, sedang engkau sudah mengetahui bahwa Nabi saw mau memakan hadiah, tetapi beliau tidak menerima sedekah ”. Umar menjawab: “ Celaka kamu, sesungguhnya hadiah pada zaman Nabi saw adalah benar-benar hadiah, tapi pada zaman kita ini, hadiah itu adalah suap (risywah) ”.

Anakku, Hak Keluarga Bukan Pada Harta Rakyat!

Pada suatu hari, sampailah harta kekayaaan dari zakat dan jizyah yang dikirim dari beberapa daerah ke kota Madinah. Maka datang puteri Umar bin Khattab, Hafshah ra, kepadanya meminta bagian. Dia berkata sambil bergurau: “ Wahai Amirul Mukminin, keluarkanlah hak kaum kerabat anda dari harta ini! Bukankah Allah telah berpesan mengenai kaum kerabat? ” “ Anakku ”, ujar Umar bersungguh-sungguh, “ Hak kaum kerabat diambil dari harta ayah sendiri. Adapun harta ini adalah harta kaum muslimin. Ayo, berdirilah dan pulanglah ke rumahmu! ” Memang, Umar mendapat didikan dari Muhammad RAsulullah SAW. Ia melihat gurunya berkata kepada puteri yang paling disayanginya: “ Tidak wahai Fatimah, di antara kaum muslimin, masih ada yang lebih membutuhkan harta ini daripada kamu! ”. Permintaan puterinya tidak dipenuhi dan harta itu diberikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan.

Aku Hanya Seorang Lelaki Biasa dari Kaum Muslimin

Setelah Umar bin Abdul Aziz menguburkan Sulaiman bin Abdul Malik, dia mendengar bunyi bumi bergemuruh. Ternyata itu adalah suara iring-iringan kendaraan kekhalifahan yang terdiri dari kuda besar, kuda pacu dan kuda tunggangan. Pada setiap kendaraan terdapat seorang pemandu. “ Apa semua ini? ”, Tanya Umar. “ Ini adalah kendaraan-kendaraan kekhalifahan, wahai Amirul Mukminin. Sudah siap untuk anda kendarai ”, jawab mereka. “ Apa hubunganku dengan ini. Singkirkan semua itu dariku. Kudaku lebih layak untuk aku kendarai ”, titah Umar kepada mereka. Kemudian seorang kepala polisi berjalan dengan tombak di depannya. Umar berkata kepadanya: “ Menyingkirlah kamu dariku. Ada perlu apa kamu dengan semua ini. Sesungguhnya aku hanya seorang lelaki biasa dari kaum muslimin .”