Langsung ke konten utama

Jabatan Tidak Akan Diberi kepada Orang yang Memintanya

Photobucket


Pada suatu ketika, Umar bermaksud menunjuk salah seorang sahabatnya untuk menjabat gubernur di suatu daerah. Sekiranya sahabat itu bersabar beberapa saat, tentulah ia dipanggil oleh Umar untuk diserahi amanah yang telah direncanakan. 

Tapi rupanya sahabat itu terburu nafsu. Dia masuk dalam perkara yang tidak disukai Umar. Dia pergi menemui Amirul Mukminin agar diangkat untuk memegang jabatan itu.

Umar hanya tersenyum melihat perilaku sahabatnya itu. Setelah beberapa saat, Umar berkata kepada sahabatnya itu: “Memang kami berencana untuk itu, tetapi menjadi prinsip kami bahwa orang yang menuntut jabatan tak akan diperkenankan dan diberi kesempatan”.
Demikianlah, calon itu ditolak dan jabatan itu diserahkan kepada orang lain.



Ibroh:

Umar memilih pejabat di daerah dengan teliti dan sangat hati-hati. Dia menolak orang yang berusaha untuk mendapatkan jabatan atau memintanya untuk dirinya. Dia mengikuti jejak Rasulullah SAW yang bersabda:
إنا و الله لا نولي هذا الأمر أحدا يسأله أو يحرص عليه

"Demi Allah, sesungguhnya kami tak akan menyerahkan jabatan ini kepada prang yang meminta atau menginginkannya”.

Lalu, bagaimana dengan perilaku para pejabat kita saat ini, yang berupaya melakukan berbagai cara yang dilarang agama maupun bertentangan dengan norma-norma umum di masyarakat, untuk memperoleh jabatan yang diinginkannya. Na'udzubillahi min dzalik.





Postingan populer dari blog ini

Hadiah di Zaman Kita Adalah Suap

Amru bin Muhajir menuturkan: Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz menginginkan sebuah apel. Katanya: “ Alangkah enaknya jika kita punya apel. Baunya harum dan rasanya enak. ” Kemudian seorang lelaki dari keluarganya pergi untuk menghadiahkan sebuah apel untuknya. Ketika utusan saudara Umar datang membawakan apel untuknya, dia berkata: “ Betapa harum baunya dan betapa bagus kulit buahnya. Bawa kembali apel wahai anak muda dan sampaikan salamku kepada si fulan pemberi apel ini. Katakan padanya bahwa hadiah yang dia berikan telah kami terima sesuai dengan yang dia niatkan ”. Aku (Amru bin Muhajir) berkata: “ Wahai Amirul Mukminin, pemberi apel itu adalah anak pamanmu dan seorang laki-laki dari anggota keluargamu, sedang engkau sudah mengetahui bahwa Nabi saw mau memakan hadiah, tetapi beliau tidak menerima sedekah ”. Umar menjawab: “ Celaka kamu, sesungguhnya hadiah pada zaman Nabi saw adalah benar-benar hadiah, tapi pada zaman kita ini, hadiah itu adalah suap (risywah) ”.

Anakku, Hak Keluarga Bukan Pada Harta Rakyat!

Pada suatu hari, sampailah harta kekayaaan dari zakat dan jizyah yang dikirim dari beberapa daerah ke kota Madinah. Maka datang puteri Umar bin Khattab, Hafshah ra, kepadanya meminta bagian. Dia berkata sambil bergurau: “ Wahai Amirul Mukminin, keluarkanlah hak kaum kerabat anda dari harta ini! Bukankah Allah telah berpesan mengenai kaum kerabat? ” “ Anakku ”, ujar Umar bersungguh-sungguh, “ Hak kaum kerabat diambil dari harta ayah sendiri. Adapun harta ini adalah harta kaum muslimin. Ayo, berdirilah dan pulanglah ke rumahmu! ” Memang, Umar mendapat didikan dari Muhammad RAsulullah SAW. Ia melihat gurunya berkata kepada puteri yang paling disayanginya: “ Tidak wahai Fatimah, di antara kaum muslimin, masih ada yang lebih membutuhkan harta ini daripada kamu! ”. Permintaan puterinya tidak dipenuhi dan harta itu diberikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan.

Aku Hanya Seorang Lelaki Biasa dari Kaum Muslimin

Setelah Umar bin Abdul Aziz menguburkan Sulaiman bin Abdul Malik, dia mendengar bunyi bumi bergemuruh. Ternyata itu adalah suara iring-iringan kendaraan kekhalifahan yang terdiri dari kuda besar, kuda pacu dan kuda tunggangan. Pada setiap kendaraan terdapat seorang pemandu. “ Apa semua ini? ”, Tanya Umar. “ Ini adalah kendaraan-kendaraan kekhalifahan, wahai Amirul Mukminin. Sudah siap untuk anda kendarai ”, jawab mereka. “ Apa hubunganku dengan ini. Singkirkan semua itu dariku. Kudaku lebih layak untuk aku kendarai ”, titah Umar kepada mereka. Kemudian seorang kepala polisi berjalan dengan tombak di depannya. Umar berkata kepadanya: “ Menyingkirlah kamu dariku. Ada perlu apa kamu dengan semua ini. Sesungguhnya aku hanya seorang lelaki biasa dari kaum muslimin .”