Langsung ke konten utama

Hukum Qishash dari Rakyat untuk Pejabat

KISAH :

Tanggung jawab Umar terhadap para pejabatnya tidak hanya terbatas pada pemilihan mereka secara tepat dan memberikan pengarahan dengan baik. Tindak tanduk para pejabat yang diangkatnya adalah merupakan bagian dari tanggung jawab kepemimpinan Umar. Dia memberikan jaminan bahwa kepemimpinan para pejabatnya di daerah adalah rahmat sehingga rakyat hidup tentram dan aman.

Cara untuk mencapai yang demikian adalah dengan menempatkan rakyat sebagai pengawas bagi pejabatnya. Dia menindaklanjuti keluhan dan pengaduan yang disampaikan rakyat serta mengikuti dengan waspada segala tindakan dan perilaku para pejabatnya di setiap daerah dan kota.

Pada suatu musim haji, dia mengumpulkan para gubernur dan pejabat, lalu berpidato di depan khalayak ramai yang tak terkira jumlah yaitu para jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru daerah Islam:

"Wahai umat Muhammad! Demi Allah, tidaklah saya mengirim para pejabat ke tengah-tengah tuan-tuan dengan maksud hendak memukul dan merampas harta tuan-tuan, tetapi saya mengirim mereka hanyalah untuk mengajari tuan-tuan perihal agama dan sunnah Nabi. Maka barangsiapa yang mendapat perlakuan berbeda dengan itu hendaklah dia melaporkannya kepada saya. Demi Allah yang menguasai jiwa saya, saya akan memberinya kesempatan untuk melakukan qishash!"


Amr bin 'Ash memandang anjuran ini mengancam wibawa para gubernur dan pejabat. Dia pun tampil ke depan, kemudian berkata:

"Bagaimana pendapat anda jika seorang diangkat menjadi gubernur bagi segolongan rakyat, kemudian mereka diberi pelajaran, apakah akan dituntut hukuman qishash?"

Umar menjawab:

Demi Allah yang diri saya berada di tanganNya, saya akan memberlakukan qishash. Saya telah melihat Rasulullah SAW menjalankan qishash terhadap dirinya sendirinya. Sabdanya:

"Barangsiapa yang punggungnya pernah saya pukul, maka inilah punggung saya. Balaslah !"








Ikuti kelanjutan kisah ini di:
Umar bin Khattab: "Pukullah Anak Bangsawan Ini !"

Postingan populer dari blog ini

Serigala pun Tidak Memangsa Kambing

KISAH : Malik bin Dinar berkata: "Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah, para penggembala kambing di puncak gunung berkata: 'Siapakah khalifah yang saleh yang sedang memerintah manusia sekarang ini ?' Lalu orang-orang yang berasal dari kota bertanya kepada mereka: 'Mengapa kalian mengetahui semua itu?' Para penggembala menjawab: 'Sesungguhnya pemerintahan apabila dipegang oleh seorang khalifah yang saleh, serigala dan singa tidak akan mengganggu kambing-kambing kami !' " Hasan al-Qashar berkata: "Aku bekerja sebagai pemerah susu kambing pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Pada suatu ketika, aku melewati seorang penggembala, sedangkan di tengah-tengah gerombolan kambingnya ada tiga puluh serigala. Padahal sebelumnya aku mengira gerombolan anjing karena aku belum pernah melihat serigala. Aku bertanya: 'Wahai penggembala, untuk apa anjing sebanyak ini ?' Dia menjawab: 'Wahai anak muda, ini bukan kawanan anjing,

Umar dan Anak Unta yang Tersesat

KISAH : Kiamat seolah datang, seandainya Umar mendengar bahwa ada sepeser uang milik umum dicuri atau dirampas atau dibelanjakan secara boros. Tubuhnya akan gemetar dan hati orang yang melihatnya akan bergetar seolah-olah yang hilang bukan hanya satu atau dua rupiah tetapi seluruh kekayaan dan isi perbendaharaan baitul mal. Ia pernah bersumpah bahwa dirinya merasa takut akan pertanyaan Allah seandainya seorang unta hasil zakat hilang di pinggir sungai Tigris atau Eufrat, walaupun dia sendiri berada di Madinah. Pada suatu hari yang terik di musim panas yang amat menyengat, Usman bin Affan melepaskan padangan dari jendela dangaunya yang terletak di tempat yang tinggi. Tampak olehnya seorang laki-laki sedang mengiring dua ekor anak unta, sementara udara panas menyelubungi bagaikan lambaian lidah api yang menyala seolah-olah hendak membakar gunung dan menghancurkannya. " Kenapa orang ini tidak tinggal di rumah saja menunggu udara dingin ?" Tanya Usman dalam hati. Kem

Hadiah di Zaman Kita Adalah Suap

Amru bin Muhajir menuturkan: Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz menginginkan sebuah apel. Katanya: “ Alangkah enaknya jika kita punya apel. Baunya harum dan rasanya enak. ” Kemudian seorang lelaki dari keluarganya pergi untuk menghadiahkan sebuah apel untuknya. Ketika utusan saudara Umar datang membawakan apel untuknya, dia berkata: “ Betapa harum baunya dan betapa bagus kulit buahnya. Bawa kembali apel wahai anak muda dan sampaikan salamku kepada si fulan pemberi apel ini. Katakan padanya bahwa hadiah yang dia berikan telah kami terima sesuai dengan yang dia niatkan ”. Aku (Amru bin Muhajir) berkata: “ Wahai Amirul Mukminin, pemberi apel itu adalah anak pamanmu dan seorang laki-laki dari anggota keluargamu, sedang engkau sudah mengetahui bahwa Nabi saw mau memakan hadiah, tetapi beliau tidak menerima sedekah ”. Umar menjawab: “ Celaka kamu, sesungguhnya hadiah pada zaman Nabi saw adalah benar-benar hadiah, tapi pada zaman kita ini, hadiah itu adalah suap (risywah) ”.