Langsung ke konten utama

Pakaian Gembala untuk Sang Gubernur

KISAH :

Pada suatu hari, Umar bin Khattab bertanya kepada delegasi dari Homs yang berkunjung kepadanya tentang gubernur mereka, Abdullah bin Qarth. Maka jawab mereka:

"Wahai Amirul Mu'minin, beliau adalah sebaik-baik gubernur seandainya dia tidak membangun sebuah rumah yang megah buat dirinya".

Umar mendehem kemudian bertanya:

"Rumah yang megah … ? Dia meninggikan dirinya atas rakyat ? Wah, wah, hai Ibnu Qarth !"

Kemudian Umar mengirim seorang utusan dan berpesan kepadanya:

"Mulailah dengan rumah itu, … bakar pintunya, setelah itu bawa dia ke sini!"



Utusan itupun berangkat ke Homs dan pulang kembali ke Madinah disertai Gubernur Abdullah bin Qarth. Umar tidak mau menerimanya selama tiga hari. Pada hari keempat, Umar menyuruhnya menghadap. Dia menentukan tempat pertemuannya yaitu Harrah, tempat penggembalaan unta dan ternak-ternak lainnya. Ketika bertemu, Umar langsung menyuruhnya supaya membuka baju dan menggantikannya dengan pakaian gembala, kemudian berkata:

"Ini lebih baik daripada pakaian yang biasa dipakai oleh bapak anda !"

Setelah itu, Umar memberinya tongkat seraya berkata:

"Dan tongkat ini lebih baik daripada tongkat yang biasa dipakai bapak anda untuk menghalau ternak !"

Sambil menunjuk ke arah unta-unta, Umar berkata:

"Nah, halaulah unta-unta itu hai Abdullah dan gembalakanlah !"



Namun tak berselang berapa lama, Umar memanggilnya kembali berkata:

"Apakah maksud saya mengirimmu untuk membuat rumah mewah … ?"
"Sekarang kembalilah ke posmu dan jangan kau ulangi lagi perbuatan itu !"

Postingan populer dari blog ini

Hadiah di Zaman Kita Adalah Suap

Amru bin Muhajir menuturkan: Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz menginginkan sebuah apel. Katanya: “ Alangkah enaknya jika kita punya apel. Baunya harum dan rasanya enak. ” Kemudian seorang lelaki dari keluarganya pergi untuk menghadiahkan sebuah apel untuknya. Ketika utusan saudara Umar datang membawakan apel untuknya, dia berkata: “ Betapa harum baunya dan betapa bagus kulit buahnya. Bawa kembali apel wahai anak muda dan sampaikan salamku kepada si fulan pemberi apel ini. Katakan padanya bahwa hadiah yang dia berikan telah kami terima sesuai dengan yang dia niatkan ”. Aku (Amru bin Muhajir) berkata: “ Wahai Amirul Mukminin, pemberi apel itu adalah anak pamanmu dan seorang laki-laki dari anggota keluargamu, sedang engkau sudah mengetahui bahwa Nabi saw mau memakan hadiah, tetapi beliau tidak menerima sedekah ”. Umar menjawab: “ Celaka kamu, sesungguhnya hadiah pada zaman Nabi saw adalah benar-benar hadiah, tapi pada zaman kita ini, hadiah itu adalah suap (risywah) ”.

Anakku, Hak Keluarga Bukan Pada Harta Rakyat!

Pada suatu hari, sampailah harta kekayaaan dari zakat dan jizyah yang dikirim dari beberapa daerah ke kota Madinah. Maka datang puteri Umar bin Khattab, Hafshah ra, kepadanya meminta bagian. Dia berkata sambil bergurau: “ Wahai Amirul Mukminin, keluarkanlah hak kaum kerabat anda dari harta ini! Bukankah Allah telah berpesan mengenai kaum kerabat? ” “ Anakku ”, ujar Umar bersungguh-sungguh, “ Hak kaum kerabat diambil dari harta ayah sendiri. Adapun harta ini adalah harta kaum muslimin. Ayo, berdirilah dan pulanglah ke rumahmu! ” Memang, Umar mendapat didikan dari Muhammad RAsulullah SAW. Ia melihat gurunya berkata kepada puteri yang paling disayanginya: “ Tidak wahai Fatimah, di antara kaum muslimin, masih ada yang lebih membutuhkan harta ini daripada kamu! ”. Permintaan puterinya tidak dipenuhi dan harta itu diberikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan.

Aku Hanya Seorang Lelaki Biasa dari Kaum Muslimin

Setelah Umar bin Abdul Aziz menguburkan Sulaiman bin Abdul Malik, dia mendengar bunyi bumi bergemuruh. Ternyata itu adalah suara iring-iringan kendaraan kekhalifahan yang terdiri dari kuda besar, kuda pacu dan kuda tunggangan. Pada setiap kendaraan terdapat seorang pemandu. “ Apa semua ini? ”, Tanya Umar. “ Ini adalah kendaraan-kendaraan kekhalifahan, wahai Amirul Mukminin. Sudah siap untuk anda kendarai ”, jawab mereka. “ Apa hubunganku dengan ini. Singkirkan semua itu dariku. Kudaku lebih layak untuk aku kendarai ”, titah Umar kepada mereka. Kemudian seorang kepala polisi berjalan dengan tombak di depannya. Umar berkata kepadanya: “ Menyingkirlah kamu dariku. Ada perlu apa kamu dengan semua ini. Sesungguhnya aku hanya seorang lelaki biasa dari kaum muslimin .”