Langsung ke konten utama

Serigala pun Tidak Memangsa Kambing

KISAH :

Malik bin Dinar berkata:
"Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah, para penggembala kambing di puncak gunung berkata: 'Siapakah khalifah yang saleh yang sedang memerintah manusia sekarang ini ?'
Lalu orang-orang yang berasal dari kota bertanya kepada mereka: 'Mengapa kalian mengetahui semua itu?'
Para penggembala menjawab: 'Sesungguhnya pemerintahan apabila dipegang oleh seorang khalifah yang saleh, serigala dan singa tidak akan mengganggu kambing-kambing kami !' "

Hasan al-Qashar berkata:
"Aku bekerja sebagai pemerah susu kambing pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Pada suatu ketika, aku melewati seorang penggembala, sedangkan di tengah-tengah gerombolan kambingnya ada tiga puluh serigala. Padahal sebelumnya aku mengira gerombolan anjing karena aku belum pernah melihat serigala.
Aku bertanya: 'Wahai penggembala, untuk apa anjing sebanyak ini ?'
Dia menjawab: 'Wahai anak muda, ini bukan kawanan anjing, melainkan serigala'.
Aku berkata: 'Subhanallah, apakah serigala tidak membahayakan kambing-kambingmu ?'
Dia menjawab: 'Wahai anak muda, apabila kepada sudah sehat maka badang tidak akan rusak'.
Pada masa itu adalah masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz ".


Musa bin Ayyan berkata:
"Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz , kami menggembalakan kambing bersama serigala pada suatu tempat, demi Allah. Pada suatu malam, serigala menyerang memangsa seekor kambing kami.
Aku berkata: 'Dengan adanya peristiwa ini kami memperkirakan bahwa laki-laki saleh tersebut telah wafat.'
Hamad berkata: 'Orang ini dan lainnya juga mengatakan kepadaku bahwa mereka hanya mengira, tetapi besoknya ternyata benar bahwa dia (Khalifah Umar bin Abdul Aziz ) telah wafat malam itu.' "


IBROH:

Betapa agungnya nilai kesalehan seorang pemimpin. Bumi memancarkan keberkahannya sehingga binatang buas yang bermukim dalam wilayah kepemimpinannya merasakan hawa kharismanya. Mereka enggan merongrong kewibaan pemimpin Islam yang adil itu dengan memangsa hewan yang Allah telah takdirkan menjadi makanannya.

Maka teranglah bagi kita,... sebagaimana rakyat yang dipimpin menjadi marah dan 'tidak bersahabat' dengan para pemimpin berbuat dzalim kepada mereka ... maka demikian pula bumi dan sekalian makhluk yang didalamnya pun merasa 'gerah' terhadap ulah pemimpin yang dzalim. Tengoklah saat ini dan zaman di belakang kita, petaka dan bencana yang terjadi 'boleh jadi' karena alam ikut marah atas perlakuan tak adil dari para pemimpin.

Postingan populer dari blog ini

Hadiah di Zaman Kita Adalah Suap

Amru bin Muhajir menuturkan: Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz menginginkan sebuah apel. Katanya: “ Alangkah enaknya jika kita punya apel. Baunya harum dan rasanya enak. ” Kemudian seorang lelaki dari keluarganya pergi untuk menghadiahkan sebuah apel untuknya. Ketika utusan saudara Umar datang membawakan apel untuknya, dia berkata: “ Betapa harum baunya dan betapa bagus kulit buahnya. Bawa kembali apel wahai anak muda dan sampaikan salamku kepada si fulan pemberi apel ini. Katakan padanya bahwa hadiah yang dia berikan telah kami terima sesuai dengan yang dia niatkan ”. Aku (Amru bin Muhajir) berkata: “ Wahai Amirul Mukminin, pemberi apel itu adalah anak pamanmu dan seorang laki-laki dari anggota keluargamu, sedang engkau sudah mengetahui bahwa Nabi saw mau memakan hadiah, tetapi beliau tidak menerima sedekah ”. Umar menjawab: “ Celaka kamu, sesungguhnya hadiah pada zaman Nabi saw adalah benar-benar hadiah, tapi pada zaman kita ini, hadiah itu adalah suap (risywah) ”.

Umar dan Anak Unta yang Tersesat

KISAH : Kiamat seolah datang, seandainya Umar mendengar bahwa ada sepeser uang milik umum dicuri atau dirampas atau dibelanjakan secara boros. Tubuhnya akan gemetar dan hati orang yang melihatnya akan bergetar seolah-olah yang hilang bukan hanya satu atau dua rupiah tetapi seluruh kekayaan dan isi perbendaharaan baitul mal. Ia pernah bersumpah bahwa dirinya merasa takut akan pertanyaan Allah seandainya seorang unta hasil zakat hilang di pinggir sungai Tigris atau Eufrat, walaupun dia sendiri berada di Madinah. Pada suatu hari yang terik di musim panas yang amat menyengat, Usman bin Affan melepaskan padangan dari jendela dangaunya yang terletak di tempat yang tinggi. Tampak olehnya seorang laki-laki sedang mengiring dua ekor anak unta, sementara udara panas menyelubungi bagaikan lambaian lidah api yang menyala seolah-olah hendak membakar gunung dan menghancurkannya. " Kenapa orang ini tidak tinggal di rumah saja menunggu udara dingin ?" Tanya Usman dalam hati. Kem...