Langsung ke konten utama

Madu ini Tidak Halal Kita Makan



KISAH :


Rayyah bin Ubadah berkata:

Umar bin Abdul Aziz sangat suka makan dengan bercampur madu. Pada suatu hari dia meminta sedikit madu dari istrinya, tetapi dia tidak punya. Beberapa saat setelah itu, dia memberinya madu dan Umar merasa senang. Lalu dia berkata kepada istrinya: "Dari manakah madu ini kalian dapatkan?" Istrinya menjawab: "Aku menyerahkan dua dinar kepada pembantuku untuk membeli madu dengan memakai kuda pos. Lalu dia membelikannya untukku." Umar berkata: "Aku bersumpah agar kamu menyerahkan semuanya kepadaku."

Lalu istrinya menyerahkan kepadanya sebuah roti berisi madu. Umar menjualnya dengan harga murah, lalu dia mengembalikan modal uang istrinya dan memasukkan sisanya ke Baitul Mal kaum muslimin. Dia berkata: "Binatang tunggangan kaum muslimin telah letih hanya disebabkan nafsu Umar!"


* * *


Fatimah binti Abdul Malik (Istri Umar bin Abdul Aziz) berkata:

Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz menginginkan madu, sedang kami tidak memilikinya. Lalu aku menyuruh seorang laki-laki untuk membeli madu ke pasar Ba'labak dengan menunggangi kuda pos. Lalu dia pulang dengan membawa madu.

Kemudian pada suatu hari aku berkata kepada Umar: "Kemarin anda menyebut madu dan kini sedang ada pada kami. Apa anda menginginkannya?" Dia menjawab: "Ya". Lalu kami menyerahkan madu itu kepadanya.

Setelah dia mendekati madu itu, dia bertanya: "Madu ini kalian dapat dari mana?" Aku menjawab: "Kami menyuruh seseorang untuk membeli madu sebanyak dua dinar ke pasar Ba'labak dengan memakai kuda pos. Lalu dia membawakannya kepada kami". Umar berkata: "Panggilah laki-laki suruhan ini kembali!"

Ketika laki-laki itu datang, Umar berkata: "Pergilah dan bawalah madu ini ke pasar, lalu juallah lagi. Setelah itu kembalikanlah kepada kami modal uang kami dan lihatlah jika ada kelebihan hasil jualnya. Jika berlebih, masukanlah kelebihan tersebut ke dalam Baitul Mal kaum muslimin sebagai ganti dari biaya makanan kuda pos."




IBROH :

  1. Kehati-hatian Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk tidak menggunakan fasilitas negara dalam memenuhi hajat pribadinya.
  2. Fasilitas Negara berarti segala pembiayaannya dibebankan ke kas Negara. Demikian juga kuda pos, yang saat itu merupakan kendaraan dinas untuk mengantar surat-surat Negara maka segala biaya pembelian kuda pos makanan, perawatan menjadi beban Negara. Khalifah memandang bahwa dia tidak berhak menggunakan kuda pos untuk hajat pribadinya sekalipun sekedar membeli madu.



Postingan populer dari blog ini

Serigala pun Tidak Memangsa Kambing

KISAH : Malik bin Dinar berkata: "Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah, para penggembala kambing di puncak gunung berkata: 'Siapakah khalifah yang saleh yang sedang memerintah manusia sekarang ini ?' Lalu orang-orang yang berasal dari kota bertanya kepada mereka: 'Mengapa kalian mengetahui semua itu?' Para penggembala menjawab: 'Sesungguhnya pemerintahan apabila dipegang oleh seorang khalifah yang saleh, serigala dan singa tidak akan mengganggu kambing-kambing kami !' " Hasan al-Qashar berkata: "Aku bekerja sebagai pemerah susu kambing pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Pada suatu ketika, aku melewati seorang penggembala, sedangkan di tengah-tengah gerombolan kambingnya ada tiga puluh serigala. Padahal sebelumnya aku mengira gerombolan anjing karena aku belum pernah melihat serigala. Aku bertanya: 'Wahai penggembala, untuk apa anjing sebanyak ini ?' Dia menjawab: 'Wahai anak muda, ini bukan kawanan anjing,

Umar dan Anak Unta yang Tersesat

KISAH : Kiamat seolah datang, seandainya Umar mendengar bahwa ada sepeser uang milik umum dicuri atau dirampas atau dibelanjakan secara boros. Tubuhnya akan gemetar dan hati orang yang melihatnya akan bergetar seolah-olah yang hilang bukan hanya satu atau dua rupiah tetapi seluruh kekayaan dan isi perbendaharaan baitul mal. Ia pernah bersumpah bahwa dirinya merasa takut akan pertanyaan Allah seandainya seorang unta hasil zakat hilang di pinggir sungai Tigris atau Eufrat, walaupun dia sendiri berada di Madinah. Pada suatu hari yang terik di musim panas yang amat menyengat, Usman bin Affan melepaskan padangan dari jendela dangaunya yang terletak di tempat yang tinggi. Tampak olehnya seorang laki-laki sedang mengiring dua ekor anak unta, sementara udara panas menyelubungi bagaikan lambaian lidah api yang menyala seolah-olah hendak membakar gunung dan menghancurkannya. " Kenapa orang ini tidak tinggal di rumah saja menunggu udara dingin ?" Tanya Usman dalam hati. Kem

Hadiah di Zaman Kita Adalah Suap

Amru bin Muhajir menuturkan: Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz menginginkan sebuah apel. Katanya: “ Alangkah enaknya jika kita punya apel. Baunya harum dan rasanya enak. ” Kemudian seorang lelaki dari keluarganya pergi untuk menghadiahkan sebuah apel untuknya. Ketika utusan saudara Umar datang membawakan apel untuknya, dia berkata: “ Betapa harum baunya dan betapa bagus kulit buahnya. Bawa kembali apel wahai anak muda dan sampaikan salamku kepada si fulan pemberi apel ini. Katakan padanya bahwa hadiah yang dia berikan telah kami terima sesuai dengan yang dia niatkan ”. Aku (Amru bin Muhajir) berkata: “ Wahai Amirul Mukminin, pemberi apel itu adalah anak pamanmu dan seorang laki-laki dari anggota keluargamu, sedang engkau sudah mengetahui bahwa Nabi saw mau memakan hadiah, tetapi beliau tidak menerima sedekah ”. Umar menjawab: “ Celaka kamu, sesungguhnya hadiah pada zaman Nabi saw adalah benar-benar hadiah, tapi pada zaman kita ini, hadiah itu adalah suap (risywah) ”.